Lingkar Berita Pendidikan Indonesia

Mendikbud Siapkan Asesmen Pengganti UN pada 2021

"Ada asesmen kompetensi minimum yang akan dimulai tahun 2021. Jadi bukan berdasarkan mata pelajaran dan penguasaan materi. Ini kompetensi minimum atau kompetensi dasar yang dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar," demikian ujar Mendikbud dalam rangkaian rapat koordinasi antara Mendikbud dengan Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia di Jakarta, pada Rabu (11/12) baru lalu. 

Seperti telah dikutip dari situs kemdikbud[dot]go[dot]id, menteri Nadiem Makarim mengatakan bahwa tahun 2020 adalah tahun terakhir pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Pada tahun 2021 nanti, UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.

Asesmen tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi, melainkan melalui pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yaitu literasi dan numerasi. "Literasi di sini bukan hanya kemampuan membaca, tetapi kemampuan menganalisis suatu bacaan, dan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan kompetensi numerasi berarti kemampuan menganalisis menggunakan angka," papar Mendikbud.

Survei Karakter

Sementara untuk survei karakter, berupa penerapan nilai-nilai Pancasila oleh siswa. "Kita tidak mengetahui apakah azas-azas Pancasila benar-benar dirasakan oleh siswa di Indonesia. Kita akan mengadakan survei, misalnya bagaimana implementasi gotong royong, apakah kebahagiaan anak di sekolah sudah mapan, apakah masih ada bullying? Survei ini akan menjadi suatu panduan buat sekolah dan buat kami di Kemendikbud," imbuh menteri Nadiem.

Dari hasil survei tersebut, diharapkan ada umpan balik untuk dapat menciptakan lingkungan sekolah yang lebih bahagia dan lebih kuat, terkait dengan pengamalan azas Pancasila. 

Pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter

Yang menarik, pelaksanaan asesmen dan survei tidak lagi dilaksanakan di akhir. Asesmen kompetensi minimum dan survei karakter, nantinya akan dilaksanakan di tengah jenjang pendidikan. Misalnya, akan dilaksanakan di kelas 4 SD, 8 SMP, dan 11 SMA. 

"Pertama, kalau dilakukan di tengah jenjang akan bisa memberikan waktu untuk sekolah dan guru dalam melakukan perbaikan sebelum anak lulus di jenjang itu. Kedua, karena dilaksanakan di tengah jenjang, jadi tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi siswa, sehingga tidak menimbulkan stres pada anak- anak dan orang tua akibat ujian yang sifatnya formatif," ujar Nadiem Makarim.

Menurut mendikbud, perubahan kebijakan ini dilakukan berdasarkan hasil survei dan diskusi dari para pemangku kepentingan di dunia pendidikan. Dikatakan olehnya, bahwa selama ini materi ujian nasional terlalu padat, dan cenderung hanya menghafal daripada ke arah penguasaan kompetensi. Padahal, tujuan UN adalah untuk melakukan asesmen terhadap sistem pendidikan secara nasional. Yang seharusnya dinilai, mestinya tidak hanya aspek kognitif saja. UN harusnya dapat menyentuh karakter siswa secara holistik.

"Kita bergotong royong untuk menciptakan kompetensi lebih baik bagi anak-anak kita," demikian pungkas Mendikbud.

 


Sumber:
Desliana Maulipaksi dalam kemdikbud[dot]go[dot]id
Ilustrasi foto:
kemdikbud[dot]go[dot]id

Share :


Post Comment