Strategi Adaptasi Sekolah terhadap Pandemi Covid-19
Sherly Deasy A Gultom, S.Sos., M. Sosio || Waka Kurikulum SMAK Gloria 1 Surabaya
Pandemik Covid-19 membawa dampak yang begitu besar pada institusi pendidikan secara keseluruhan. Proses belajar mengajar tatap muka langsung, pengembangan karakter, administrasi, sampai pada usaha penanganan pandemi Covid-19 skala institusi pendidikan pun, dijalankan dengan pola yang berbeda. Terlihat sederhana ketika kita melihat hanya ada 4 (empat) poin yang berubah. Namun di dalamnya terdapat sub system yang detail yang memerlukan pertimbangan khusus dalam usaha pencapaian hasil yang maksimal. Pada kasus ini, institusi pendidikan selaku basic institution (Gillin & Gillin) secara cepat didorong untuk melaksanakan strategi guna dapat menstabilkan kondisi yang ada.
Dalam proses belajar mengajar tatap muka langsung yang digantikan dengan home learning atau LFH (Learn From Home), membutuh setiadaknya dua support besar, baik dari segi kemampuan/ketrampilan (skill) hingga sarana penunjang (facility). Pembelajaran visual yang didukung oleh teknologi, inovasi, konkret dan kritis, sangat dibutuhkan dalam strategi pembelajaran jarak jauh ini. Padahal kemampuan guru dalam penggunaan IT tidaklah sama. Bagi sebagian guru pada sekolah besar yang sarat dengan metode belajar dengan menggunakan IT dan atau flipped classroom, maka akan sangat mudah beradaptasi dalam menghadapi kondisi pandemi yang terjadi. Namun ada sebagian guru yang masih perlu berjuang dalam penggunaan IT. Proses adaptasi ini dapat dilakukan dengan cara mentoring sebaya, yakni dengan memberdayakan sumber daya manusia (SDM) yang ada di lingkungan sekitar dalam proses pembelajaran, dimulai dari pemanfaatan IT yang paling sederhana. Pada sisi lain, pemerintah juga telah memfasilitasi dengan adanya tampilan proses pembelajaran secara audio–visual melalui televisi (TVRI) yang terjadwal secara sistematis dan kontinyu.
Pengembangan karakter menjadi salah satu pusat perhatian, ketika proses pembelajaran daring atau jarak jauh berlangsung. Pertanyaan–pertanyaan seputar bagaimana guru mengontrol siswanya dalam proses pengembangan karakter?, bagaimana bentuk reward dan punishment sebagai salah satu metode dalam kontrol perilaku yang berlangsung, jika tidak terdapat kontak langsung?, apakah siswa dalam tahapan usianya dapat memenej sendiri kebutuhannya?, akan terus muncul sebagai bentuk peralihan atau transisi dari proses kontak langsung ke proses pembelajaran jarak jauh.
Menurut Elisabeth Kubler-Ross (1969) yang terkenal dengan Kubler-Ross Change Curve (Kubler-Ross Model), terapat 5 tahapan bagaimana biasanya sebuah intitusi mengahadapi sebuah perubahan kondisi yang terjadi. Diantaranya denial, anger, bargaining, depression dan acceptance. Hal ini juga dapat kita lihat dalam situasi pandemi saat ini, bagaimana setiap orang di awal–awal pandemi berusaha menyangka bahwa fenomena ini benar–benar terjadi, dan sampai pada tahap terakhir harus menerima dan bagaimana mencari jalan bertahan dalam keadaan semacam ini. Karenanya, guru BK harus “jemput bola” dengan hadirnya kondisi ini. Teknis membuka konsultasi online, akan dapat menjadi salah satu solusi untuk mempertahankan proses pengembangan karakter siswa. Sebuah sesi renungan rohani wajib diikuti oleh siswa dengan memberikan refleksi diri terkait hubungan spiritual dengan sang Maha Kuasa dan apa yang telah dilakukan kepada sesama, sebagai bentuk ucapan syukur dari pemeliharaan-Nya terhadap kondisi yang terjadi.
Administrasi sebagai bagian dari dampak pandemi Covid-19 juga tidak terelakkan, dimana terdapat aspek ekonomi yang ternyata juga mempengaruhi institusi pendidikan. Tidak sedikit dari orang tua atau wali siswa, mengajukan permohonan untuk potongan biaya pendidikan, bahkan juga meminta penangguhan biaya untuk tahun ajaran baru yang akan berlangsung. Dalam hal ini, sekolah harus mampu memenej biaya operasional sekolah sedemikian rupa, dengan tetap berusaha untuk tidak mengurangi pos–pos keuangan yang wajib untuk dibayarkan. Potongan–potongan biaya SPP, uang kegiatan, dll., diupayakan semaksimal mungkin untuk dapat diberikan kepada peserta didik, agar mereka tetap dapat melangsungkan pendidikannya sampai tuntas. Dalam hal ini, LFH (Learn From Home) bukanlah LIBUR tanpa adanya pembelajaran, LFH adalah tetap belajar meski dari jarak yang jauh. Pada sisi lain, para guru juga dituntut untuk dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan lebih baik, sehingga berdampak pada adanya tambahan biaya, yakni berupa tambahan cost untuk koneksi internet.
Pada poin yang keempat, menitikberatkan pada bentuk cara berpikir dan berperilaku dalam menyikapi kondisi atau fenomena yang ada. Tidak hanya bidang kesehatan saja yang harus berpikir keras dalam usaha penanganan pandemi Covid-19 ini, namun setiap pribadi harus bertanggungjawab dalam usaha penanganan dan pencegahan Covid-19 agar keadaan dapat kembali normal seperti sediakala. Institusi pendidikan sebagai institusi dasar harus dapat mentransmisikan nilai–nilai yang teraplikasikan dalam kehidupan nyata secara ideal. Materi dan tugas–tugas refleksi penanganan pandemi Covid-19, dapat diberikan secara berakala dengan tujuan mengajarkan dan mengontrol siswa dalam skala masif, untuk melakukan satu gerakan (movement) yang tepat, guna turut serta menjaga diri dan lingkungan dalam usaha pencegahan maupun penanganan pandemi Covid-19.
Kontinyuitas kegiatan atau program, serta adanya kontrol yang tepat secara berkesinambungan, niscaya akan membuahkan hasil yang maksimal dalam segala usaha strategi sekolah untuk dapat beradaptasi dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sesuai dengan Kubler-Ross Change Curve, terdapat satu titik dimana strategi adaptasi ini akan menjadi sebuah metode pembelajaran baru yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan, setelah pandemik Covid-19 ini berlalu.