Lingkar Berita Pendidikan Indonesia

Yousafzai, Pejuang Pendidikan Perempuan yang Raih Penghargaan dari Harvard

This Center for General Leadership pada Harvard Kennedy School, setiap tahunnya memberi penghargaan Gleitsman Award. Alan Gleitsman merupakan filantropi yang mendukung upaya dari Harvard Kennedy School untuk mendorong para pembuat perubahan termuda di dunia, yang memiliki visi, sehingga dapat mengilhami orang lain untuk menghadapi ketidakadilan.

Untuk tahun 2018 ini, penghargaan diberikan kepada Malala Yousafzai, pada hari Kamis (6/12) baru lalu di Harvard Kennedy School, Amerika Serikat. Dalam upacara pemberian penghargaan tersebut, digelar pula forum diskusi yang dimoderatori oleh Prof. Samantha Power, mantan duta besar USA untuk PBB. Karenanya, Malala akan mendapatkan hadiah sebesar $ 125.000 yang diberikan oleh Center for Public Leadership, sebagai wujud penghargaan atas kepemimpinannya dalam aksi sosial yang dinilai berhasil meningkatkan kualitas hidup.

Nama Malala Yousafzai, sebenarnya sudah tak asing lagi. Ia adalah pemenang Nobel Perdamaian tahun 2014. Saat ini Yousafzai adalah mahasiswa di Oxford University, untuk belajar filsafat, politik, dan ekonomi. Yousafzai mengidolakan Benazir Bhutto, yang juga merupakan alumnus Harvard College, sehingga saat pemberitan penghargaan Gleitsman, ada banyak teman kuliah Bhutto yang siap menyambut kedatangan Yousafzai di kampus Harvard.

Perjuangan Yousafzai untuk Pendidikan Perempuan

Yousafzai memulai perjuangannya, saat ia berusia 11 tahun. Kala itu ia mulai membuat Blog secara anonim untuk BBC, terkait pengalamannya saat tumbuh di Pakistan yang saat itu dikuasai oleh Taliban. Empat tahun kemudian, Yousafzai dkenal sebagai figur perjuangan untuk pendidikan yang adil, sehingga ia pun menjadi sasaran pembunuhan oleh Taliban. Lolos dari upaya pembunuhan, Yousafzai perlu waktu berbulan-bulan untuk memulihkan diri di Inggris. Dari sana, ia pun berhasil mengumpulkan dukungan internasional.

Setahun setelahnya, Yousafzai membangun Malala Fund, bersama dengan ayahnya. Pada usia ke-17, ia pun menjadi penerima hadiah nobel perdamaian termuda. Yousafzai dianggap mampu memastikan bahwa anak perempuan yang tidak sekolah, yang disebut terdapat lebih dari 130 juta hingga akhir 2018 ini, telah diberi kesempatan untuk menerima pendidikan yang aman dan bebas. Pendidikan, diyakini pada ujungnya akan mampu mengkatalisasi perekonomian, meningkatkan kesehatan keluarga, dan berperan sebagai agen diplomasi bagi negaranya.

Saat ini Yousafzai aktif dalam urusan krisis pengungsian global, khususnya fokus pada nasib gadis migran di Timur Tengah. Karenanya, ia hendak meluncurkan buku berjudul "We Are Displaced: My Journey and Stories from Refugee Girls Around the World". Melalui bukunya itu, Yousafzai bermaksud untuk menebarkan rasa weals asih, sekaligus memberi pemahaman terkait pengalamannya sebagai pengungsi, atau melalui pengalamannya saat mengunjungi kampung pengungsi berdasarkan kisah pribadi dari mereka, dimana Yousafzai juga menjumpai gadis-gadis pengungsi di sana.

"Malala berbicara dengan kuat untuk kekuatan dan ketekunan perempuan dan gadis-gadis yang tertindas. Kisahnya yang luar biasa telah mengilhami anak perempuan — dan anak laki-laki juga — mengikuti jejaknya dan telah mengaktifkan generasi praktisi dan para legislator yang tengah berjuang untuk kesetaraan di komunitas mereka," demikian ujar Prof. David Gergen, selaku Direktur Center for Public Leadership. 

Penghargaan dilangsungkan di JFK Jr. Forum, pada Harvard Kennedy School dalam sebuah acara khusus yang dimulai sejak pukul 18.00 sampai  dengan pukul 19.00 waktu setempat. 

BERITA LAIN:

Bug Hunter Asal Pasuruan, Mampu Tembus Google

Ojek Online Disuka, karena Lebih Praktis dan Murah

Menadah Inspirasi dari Prof. Dyson sebagai Guru Sejati

Jejaring Sekolah, Untuk Masa Depan Dunia

Indonesia, Gagas Visi Indo-Pasifik untuk Stabilitas Regional

 

Sumber: hks[dot]harvard[dot]edu
Foto: hks[dot]harvard[dot]edu

Share :



Post Comment