"Negara memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan setiap warga negara, termasuk orang tuli," demikian tukas FX Rahyono, saat berorasi pada Festival Bahasa Isyarat yang digelar di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, pada Kamis (6/12) lalu. 

Perhatian terhadap bahasa isyarat Indonesia (Bisindo), memang perlu segera dikonkritkan. Bisindo selama ini dibutuhkan sebagai alat komunikasi bagi sebagian besar warga tuli Indonesia. Sebagai Ketua Departemen Linguistik dan Penanggung Jawab Laboratorium Riset Bahasa Isyarat, FIB UI, Rahyono menghendaki adanya pembinaan dan pengembangan Bisindo. Bagi warga tuli, Bisindo dapat digunakan untuk memperoleh, mengumpulkan, atau menyampaikan informasi. Selain itu, Bisindo dapat berperan untuk membantu keterbatasan yang dimiliki oleh warga tuli di Indonesia.

Terkait hal tersebut, diperlukan fasilitas yang menunjang pengembangan diri bagi warga tuli. Bisindo sebagai bahasa isyarat, adalah media untuk mencerdaskan warga tuli Indonesia. Menurut Rahyono, bahasa adalah bagian dari proses penciptaan kebudayaan. Sehingga Bisindo, memiliki arti penting dan juga strategis bagi upaya mencerdaskan warga tuli.

Penggunaan Bisindo, dapat memicu dan memacu kerja otak untuk menghasilkan karya isyarat sebagai sarana penyelenggaraan hidup. Jika Bisindo disetujui untuk menjadi bahasa komunikasi resmi dalam pendidikan formal, maka warga tuli juga akan memperoleh hak untuk dicerdaskan, sebagai bagian dari warga negara Indonesia. 

“Kerja otak yang berkesinambungan ini merupakan proses pencerdasan, peningkatan sikap percaya diri dan optimisme, dan pengembangan kompetensi diri orang tuli,” demikian pungkas Rahyono.

BERITA LAIN:

Ingin Dalami Masalah Gizi, Mahasiswa Ikuti Magang di Puskesmas

Ingin Berkelas Dunia, Para Dokter Diskusikan E-Learning

Prihatin Masalah Stunting, Mahasiswa Gelar Seminar Nasional

Menlu Retno Sampaikan Keberhasilan Diplomasi Indonesia

Dosen ITB Fasilitasi Jual Beli Online yang Aman

Sumber: ui[dot]ac[dot]id

Foto: ui[dot]ac[dot]id