Lingkar Berita Pendidikan Indonesia

Usir Polutan Berbahaya, Letakkan Tanaman Pothos Ivy

Tahukah anda, bahwa ada banyak senyawa berbahaya di dalam rumah kita? Aktivitas keseharian seperti merebus air, menyimpan perkakas berkebun, memasukkan mobil ke garasi, bahkan ketika mandi, ternyata banyak menghasilkan senyawa kecil. Sebut saja molekul kecil seperti kloroform yang ada di proses klorinasi air. Lalu ada benzena yang merupakan komponen dari bensin. Beberapa senyawa, telah disebut sebagai pemapar yang dapat menyebabkan penyakit kanker. Beberapa masyarakat, terlihat sudah mulai menggunakan alat penyaring untuk dapat menghalau partikel debu yang disebut mengganggu.

"Orang-orang belum benar-benar berbicara tentang senyawa organik berbahaya ini di rumah, dan saya pikir itu karena kita tidak dapat melakukan apa pun," kata Prof. Stuart Strand, seorang profesor riset pada Departemen Teknik sipil dan lingkungan, University of Washington.

Memodifikasi Tanaman Pothos Ivy

Nah, temuan yang telah dipublikasikan pada hari Rabu (19/12) 2018 lalu, menyebut bahwa tim peneliti dari Universitas Washington, telah berhasil memodifikasi secara genetis tanaman "pothos ivy". Setelah dimodifikasi, pothos ivy tersebut dapat mengekspresikan protein yang kemudian disebut sebagai 2E1. Ia dapat mengubah senyawa berbahaya, menjadi molekul-molekul yang kemudian dapat digunakan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhannya sendiri.

Di Indonesia, kerabat dekat dari Pothos Ivy diduga adalah Sirih Gading, yang memiliki nama lain Devils Ivy atau Golden Pothos. Selain memang dikenal bandel, karena mudah dirawat, tanaman Sirih Gading ini memang banyak diletakkan di dalam ruang. Konon sirih gading merupakan tumbuhan asli yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia, Australia Utara, Malaysia, Jepang dan India.

"Sekarang kita sudah merekayasa tanaman hias untuk menghilangkan polutan ini untuk kita," ungkap Prof. Stuart Strand. Menurutnya, tim peneliti telah menggunakan cytochrome P450 2E1,atau biasa disebut dengan 2E1, yang ada pada mamalia. Reaksi yang terjadi di luar tubuh tanaman ini, kemudian diproses agar dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman melalui konsep "green liver". Seperti halnya ketika tanaman dapat menggunakan karbondioksida dan ion klorida untuk membuat makanan, maka tanaman juga dapat menggunakan fenol untuk membangun komponen pada dinding sel mereka.

Dalam hal ini, peneliti berhasil membuat sintesis dari gen, yang kemudian difungsikan sebagai instruksi untuk membentuk 2E1 yang dimasukkan ke dalam tanaman pothos ivy. Berikutnya, setiap sel yang ada di dalam tanaman, akan dapat mengekspresikan protein. Pothos ivy adalah tanaman yang tidak berbunga, sehingga dapat dimodifikasi secara genetik, karena tidak dapat menyebar melalui serbuk sari.

Dikatakan oleh Long Zhang, bahwa Pothos ivy sengaja dipilih, karena ia adalah tanaman hias yang kuat, dan dapat tumbuh dengan baik di segala kondisi. Untuk tanaman yang tidak dimodifikasi, konsentresi gas yang diuji, tidak berubah. Namun untuk tanaman yang telah dimodifikasi dalam penelitian, maka konsentrasi kloroform didapati turun hingga 82 persen. Bahkan kloroform sudah hampir tidak terditeksi lagi, pada hari keenam. Sementara benzena, dapat turun sekitar 75 persen, dalam waktu delapan hari.

Namun demikian, tanaman anti polutan yang dipajang di rumah, juga perlu diberi alat semacam kipas angin, untuk menggerakkan udara hingga melewati daunnya. "Jika Anda memiliki tanaman yang tumbuh di sudut ruangan, itu akan memiliki dampak bagi ruangan itu. Tetapi tanpa aliran udara, akan membutuhkan waktu lama bagi molekul lain di ujung rumah agar dapat mencapai area tanaman," terang Prof. Strand.

BERITA LAINSiapa Kampus Terbaik di Dunia 2019?

Penelitian ini didanai oleh National Science Foundation, Amazon Catalyst di Universtas Washington, bersama dengan National Institute of Environmental Health Sciences, USA. Saat ini, tim peneliti masih bekerja untuk dapat meningkatkan kemampuan dari tanaman. Tim  berusaha menambahkan protein yang diyakini akan dapat memecah molekul berbahaya lain yang ditemukan di seputar udara yang berpotensi terhirup di rumah tinggal.

 

Sumber: University of Washington dalam sciencedaily[dot]com

Foto: Mark Stone/University of Washington dalam sciencedaily[dot]com

Share :


Post Comment