Habitat Kelelawar Dirusak, Penyebaran Virus Corona Bisa Meluas
Virus corona tengah menggemparkan dunia. Sebagaimana telah diberitakan oleh Edukota, virus yang pada awalnya terjangkit di Wuhan ini, kini masih berpotensi menyerang warga negara lain. Bahkan yang terbaru, pemerintah kerajaan Saudi Arabia menghentikan untuk sementara, warga asing yang hendak masuk ke sana, meski dengan tujuan melakukan ibadah umroh.
Masih ingatkah dengan penggalain syair lagu dari Ebiet G Ade? Mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin Tuhan mulai bosan. Melihat tingkah kita. Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan. Bersahabat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.
Penyebab Virus Corona
Kerusakan alam, ternyata menjadi salah satu faktor penyulut menyebarnya virus corona. Hal ini terkuak dari hasil studi University of California, Berkeley, yang diterbitkan oleh journal eLife baru-baru ini. "Ancaman lingkungan yang meningkat terhadap kelelawar dapat menambah ancaman zoonosis," ungkap Cara Brook, yang kini bekerja pada program pemantauan kelelawar yang didanai oleh DARPA, sebuah badan penelitian pertahanan USA yang saat ini sedang bekerja di Madagaskar, Bangladesh, Ghana dan Australia.
BERITA TERKAIT: Cegah Virus Corona, Perlu Menjaga Kebersihan Tangan dan Pernafasan
Para peneliti mencatat bahwa ulah manusia yang telah mengganggu habitat kelelawar, tampaknya memberi tekanan pada hewan tersebut, sehingga membuat mereka menumpahkan lebih banyak virus ke dalam air liur, urin, dan feses mereka, yang kemudian dapat menginfeksi hewan lain. Hal ini membuktikan, bahwa kerusakan habitat kelelawar, juga memberi andil terhadap maraknya wabah corona yang tengah terjadi.
Kelelawar Miliki Respon Imun yang Lebih Cepat
Bukan suatu yang kebetulan, bahwa beberapa wabah penyakit virus seperti SARS, MERS, Ebola, Marburg, dan kini 2019-nCoV, berasal dari kelelawar. Diketahui bahwa kelelawar dikenal sebagai sumber asli penyebab infeksi manusia. Kelelawar terbukti telah menjadi tuan rumah bagi sistem kekebalan yang terus menerus dipersiapkan untuk pertahanan terhadap virus.
Penelitian dari University of California menyebut kelelawar memiliki respon kekebalan yang kuat terhadap virus, sehingga dapat mendorong virus untuk bereplikasi dengan lebih cepat. Kemudian virus akan melompat ke mamalia lain yang hanya memiliki sistem kekebalan rata-rata, seperti manusia. Karenanya, virus baru tersebut mampu menimbulkan kekacauan yang mematikan.
Kelelawar, disebut sebagai reservoir yang unik dari virus. Kelelawar dapat mentolelir virus, namun ketika pindah ke hewan lain, maka virus akan dengan cepat membanjiri inang baru mereka, sehingga dapat menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Menurut Brook, kelelawar mampu meningkatkan tanggapan antivirus yang kuat, termasuk menyeimbangkannya dengan respon anti peradangan.
"Intinya adalah bahwa kelelawar berpotensi istimewa dalam hal menampung virus," tukas Prof. Mike Boots, ahli ekologi penyakit dan guru besar biologi integratif dari UC Berkeley.
Bisa Terbang, Sebabkan Kelelawar Jadi Toleran terhadap Virus
Sebagai satu-satunya mamalia yang bisa terbang, kelelawar disebut dapat meningkatkan metabolismenya, saat melakukan penerbangan. Hal ini lebih tinggi dua kali lipat, dari yang dicapai tikus yang berukuran sama, ketika sedang berlari.
Aktivitas fisik yang kuat dan metabolisme tinggi, dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Namun untuk memungkinkan diri agar bisa tetap terbang, kelelawar telah mengembangkan mekanisme fisiologis yang secara efisien dapat membersihkan molekul-molekul yang merusak. Manfaatnya, kelelawar memiliki rentang hidup yang unik dan lebih panjang dari mamalia lain, dengan ukuran yang sama.
Bandingkan jika tikus dengan ukuran yang sama hanya bisa hidup hingga dua tahun, maka kelelawar mampu hidup hingga 40 tahun. Selain itu, peradangan yang cepat mereda, dimungkinkan melahirkan tanggapan kekebalan antivirus. Kelelawar seakan mengelola "stasiun perang" melalui sel-selnya, sebelum virus menyerangnya.
Virus Kelelawar Sempat Melompat ke Hewan Lain
Para peneliti juga menemukan bahwa banyak virus yang berasal dari kelelawar, sebelum melompat ke manusia, melalui perantara hewan lain terlebih dahulu. Hal ini mengingat, kelelawar teramat jarang bersinggungan langsung dengan manusia. Diketahui bahwa SARS sampai ke tubuh manusia, melalui musang sawit di Asia, sementara MERS melalu unta, Ebola melalui gorila dan simpanse, Nipah melalui babi, Hendra melalui kuda, dan Marburg melalui monyet hijau dari Afrika.
BERITA TERKAIT: Waspada Corona, Masyarakat Bisa Buat Hand Sanitizer dari Daun Sirih
Meski demikian, ternyata virus tersebut masih sangat ganas dalam lompatan terakhirnya ke manusia. Ke depan, diperlukan penelitian lanjutan untuk dapat memahami penyebaran virus ke hewan lain, termasuk ke manusia. Hal itu dibutuhkan untuk memahami lintasan infeksi, agar dapat diprediksi kemunculan, penyebarannya hingga penularannya kepada manusia.
Sumber:
sciencedaily[dot]com
Penulis asli adalah Robert Sanders, dan materi terkait dapat diperoleh secara langsung melalui University of California - Berkeley.
Referensi:
Cara E Brook, Mike Boots, Kartik Chandran, Andrew P Dobson, Christian Drosten, Andrea L Graham, Bryan T Grenfell, Marcel A Müller, Melinda Ng, Lin-Fa Wang, Anieke van Leeuwen. Accelerated viral dynamics in bat cell lines, with implications for zoonotic emergence. eLife, 2020; 9 DOI: 10.7554/eLife.48401
Ilustrasi Foto:
ichef[dot]bbci[dot]co[dot]uk