Lingkar Berita Pendidikan Indonesia

Facebook Menjadi Pedang Bermata Dua

Media sosial telah hadir di sekitar kita, dengan kuat, setidaknya dalam satu dekade terakhir. Sebelumnya, mungkin kita pernah mengenal friendster. Kemudian twitter, facebook, atau berkenalan dengan instagram. Kehadiran beberapa platform media sosial, seakan memberikan kegembiraan sosial, hingga bahkan memberikan inspirasi.

Mematikan Akun Facebook

Meski berangsur-angsur tidak sesemarak dahulu, Facebook diakui masih memiliki penggemar setia. Beberapa pemilik akun dari Indonesia mengaku, sempat berpindah ke media sosial lain, namun merasa nyaman di Facebook. Beberapa yang lain, mengaku mengalami kebosanan dan memilih jadi pengamat, tanpa perlu melakukan posting seperti kebiasaan sebelumnya. Mereka yang lain, sempat tidak aktif selama beberapa lama, namun kemudian tampak kembali, meski tidak seintens seperti waktu lalu.

Namun bagaimana, jika kita diperintahkan untuk mematikan Facebook?  Prof. Matthew Gentzkow, seorang guru besar ekonomi dan peneliti senior di SIEPR (Standford Institute for Economic Policy Research) bekerja sama dengan Luca Braghieri dan Sarah Eichmeyer, merekrut 2.850 pengguna FB di Amerika Serikat. Untuk dapat berpartisipasi dalam penelitian ini, subyek sebelumnya harus menggunakan FB setidaknya 15 menit per hari. Kemudian secara acak, mereka dimasukkan dalam kelompok perlakuan tertentu, dan harus menonaktifkan akun FB mereka pada bulan Nopember 2018 lalu. 

Menurut Prof. Gentzkow, penelitiannya telah menunjukkan bahwa kebangkitan media sosial, Facebook khususnya, telah menjadi pedang bermata dua. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi, tidak bisa sekedar dinyatakan sebagai suatu hal yang baik atau buruk. Namun merupakan perpaduan keduanya.

"Ada beberapa tahun di mana Facebook tidak bisa berbuat salah. Sekarang kami memiliki beberapa tahun, dimana Facebook tidak dapat melakukan hal yang benar. Facebook adalah hal terhebat yang pernah terjadi atau hal yang dapat menghancurkan umat manusia," tutur Prof. Gentzkow sebagaimana ditulis oleh Krysten Crawford
melalui rubrik pemberitaan pada stanford[dot]edu.

Dikatakan oleh Prof. Gentzkow, diskusi tentang FB ini seperti halnya era ketika TV datang ke pangkuan pemirsa di masa lalu. Masyarakat, diajak untuk dapat memahami nuansa apa yang sebenarnya terjadi, akibat kehadiran teknologi bagi dunia.

Penelitian tentang Dampak Facebook bagi Users

Hasil penelitian Prof. Gentzkow, menemukan bahwa mereka yang telah diminta mematikan FB-nya, kemudian menghabiskan waktu online mereka lebih sedikit, dibandingkan dengan sebelumnya. Akibatnya, mereka lebih banyak terlibat dalam aktivitas offline bersama teman dan keluarganya. Penelitian ini menunjukkan, bahwa ketika FB dimatikan, user tidak kemudian mengganti atau beralih ke media sosial lain, seperti Twitter.

Ketika mereka mematikan FB, dilaporkan telah terjadi peningkatan kecil, namun signifikan terhadap tingkat kebahagiaan, kepuasan hidup, depresi dan kecemasan. Diketahui, setelah mematikan FB-nya, users menjadi kurang mengetahui peristiwa terkini dan berita politik yang terjadi. Mereka menjadi kurang terpolarisasi, sehubungan dengan permasalahan politik.

Menurut Prof. Gentzkow, penelitiannya kemudian menyisakan pertanyaan terkait dampak media sosial terhadao demokrasi. Namun, apakah lebih baik, jika seseorang kurang mengetahui peristiwa terkini, tetapi memiliki kemungkinan kecil terhadap kepemilikan pandangan politik yang ekstrem? Ataukah, akan lebih baik, jika seseorang diketahui dapat memperoleh lebih banyak informasi, namun kemudian menjadi lebih partisan dan menyebar amarah melalui pandangan politik mereka?

Yang menarik, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tanda-tanda, bahwa pengguna FB tidak ingin kembali menggunakan FB, setelah proyek penelitian dinyatakan berakhir. Namun mereka cenderung melakukan uninstals aplikasi FB dari ponsel, dan memilih lebih bijaksana dalam penggunaan media sosial. 

Spekulasi yang terjadi, FB adalah sebuah kebiasaan. Keluarnya user FB pasca penelitian, menunjukkan bahwa mereka ingin mengurangi penggunaannya di masa depan. Setelah users berhenti menggunakan FB selama empat minggu, rata-rata ingin menambah waktu untuk beristirahat dari layanan FB. Dalam waktu sebulan tersebut, users mengaku ingin mendapat $100 untuk berhenti. 

"Ternyata istirahat empat minggu, menyebabkan orang untuk mengevaluasi kembali bagaimana mereka menggunakan Facebook, tetapi mereka masih bersedia membayar banyak uang untuk tetap berada di platform. Diukur dari sisi ekonomi, Facebook tampaknya memberikan banyak nilai bagi penggunanya," imbuh Allcott, seorang associate professor dari NYU.

Seperti diberitakan oleh Krysten Crawford, penelitian ini didanai oleh Sloan Foundation. Ke depan, masih perlu dilakukan penelitian lanjutan melalui pemilahan data berdasarkan perbedaan usia, tingkat pendidikan, ideologi politik, dan karakteristik lainnya. Seluk beluk media sosial, akan tetap menjadi ladang penelitian yang menarik.


Sumber: Tuning out: What happens when you drop Facebook? dalam siepr[dot]stanford[dot]edu

 

Share :


Post Comment