Tim Vokasi UNAIR, Dampingi Pokdarwis Wajakensis
Menyusuri Tulungagung, selalu mengundang rasa penasaran. Tulungagung dikenal memiliki jejak-jejak peradaban dari masa lalu. Menuju ke arah Selatan, sesaat sebelum berjumpa dengan gunung Gethuk, setiap pelancong akan disuguhi dengan etalase kerajinan batu marmer.
Sekian tahun lamanya, kawasan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, dikenal sebagai pusat dari kerajinan marmer dengan kualitas ekspor. Pelanggannya bertebaran mulai dari warga Jerman, Jepang, Uni Emirat Arab, hingga penduduk Korea Selatan. Keunggulan batu marmer dari Tulungagung, bahkan sudah dikenal oleh warga Eropa sejak jaman penjajahan Belanda.
Kawasan kabupaten Tulungagung, memang diketahui sebagai kawasan kars. Banyak dijumpai goa dengan lebar dan tinggi yang bervariasi. Dari seberang kantor Kepala Desa Gamping, terlihat jajaran bukit yang memiliki batu-batu besar.
Menyusuri jalan raya Popoh, sedikit masuk ke arah Timur, akan dapat ditemui tugu Wajakensis yang tersohor itu. Tugu ini dibangun pada tahun 1965, sebagai tanda pernah ditemukannya tengkorak manusia purba pertama oleh Van Rietschoten. Sempat hendak dipugar, namun tugu marmer tersebut kembali dibangun pada tahun 1985.
Pada tahun 1888, Van Rietschoten secara tak sengaja menemukan fosil Wadjak I ketika sedang melakukan survei pencarian bahan baku pabrik marmer. Jadi, marmer ternyata memang telah menjadi komoditi andalan bagi Tulungagung sejak lama. Dua tahun berselang, akhirnya Dubois berhasil menemukan tengkorak Wadjak II, tatkala melakukan ekskavasi di perbukitan desa Gamping.
Melewati tugu Wajakensis, akan dijumpai pasewakhan Jati Purbo. Di sana para pengunjung situs Wajakensis dapat melepas lelah, sambil menikmati sajian kuliner khas Tulungagung. Ditemani semilir angin, para pengunjung dapat menikmati jejak-jejak purbakala yang masih menyimpan aneka misteri.
"Saat ini masyarakat memang masih bisa memanfaatkan penghasilan dari marmer. Tapi nanti ini kan, bisa habis. Sebelum itu terjadi, kita bisa buat kawasan wisata yang juga bisa memberi manfaat ekonomi bagi penduduk," demikan ujar Ketua tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Vokasi Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Sri Endah Nurhidayati, M.Si., ketika sedang berdiskusi bersama pengurus Pokdarwis desa Gamping, pada Sabtu (11/6) kemarin.
Kala itu tim dari Fakultas Vokasi UNAIR tampak sedang menjalankan program pengabdian masyarakat (Pengmas) di desa Gamping, kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Hadir bersama ketua tim, yaitu Dr. Bambang Suharto, M.M.Par., Damar Kristanto, S.E., M.S.M., Upik Dyah Eka Noviyanti, S.Ant., M.A., dan Dr. Yuniawan Heru Santoso.
Ditemui oleh beberapa anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa Gamping, tim Pengmas Fakultas Vokasi UNAIR, bermaksud melakukan pemetaan potensi pariwisata yang ada di desa Gamping, kabupaten Tulungagung. Pada sesi diskusi yang berlangsung gayeng, secara bergantian para anggota Pokdarwis menuturkan beberapa potensi sumber daya alam dan kearifan lokal yang mereka miliki.
Menurut Dr. Sri Endah, timnya bermaksud membantu Pokdarwis untuk dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada di sekitarnya. "Setelah kita tahu apa saja potensinya, nanti kita bisa bantu. Bisa dengan memberi pelatihan kepada guide lokal, atau juga kepada ibu-ibu yang ada di sini," terang dosen Prodi Pariwisata yang satu ini.
Ditambahkan oleh Damar Kristanto, M.S.M., bahwa selain eco tourism, nampaknya edu tourism juga sangat berpotensi untuk dapat dikembangkan. Menurutnya, sayang sekali jika keberadaan situs Wajakensis tidak dapat diberdayakan sebagai media pemasaran bagi penduduk desa Gamping.